Selasa, 26 November 2013

Danau Linting




Sumatra Utara ternyata tidak hanya memiliki Danau Toba yang terkenal sebagai danau vulkanik terbesar di dunia. Sumut juga menyimpan banyak lokasi-lokasi wisata yang mempesona selain Danau Toba dan tentu patut untuk dijelajahi.

Danau Linting adalah salah satu pesona wisata yang ada di Sumut. Danau ini terletak di tiga desa yakni Desa Sibunga-Bunga, Desa Gunung Manumpak dan Desa Durian IV Mbelang, Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu, Kabupaten Deliserdang. 


Untuk menuju ke Danau Linting, pengunjung bisa menggunakan angkutan umum dari terminal Amplas Medan dengan biaya sekitar Rp20.000 per orang. Namun, alangkah lebih baik jika menggunakan kendaraan pribadi baik mobil maupun motor.


Menempuh jarak sekitar 70 kilometer, ke Danau Linting ditempuh sekitar dua jam perjalanan dari Medan melalui Delitua dan Patumbak, Deli Serdang. Sepanjang jalan menuju Danau Linting, pemandangan sejuknya perkebunan kelapa sawit, karet dan kakao terhampar di kiri dan kanan jalan.

Kendati bisa dilalui dengan roda empat, jalan menuju Danau Linting cukup memprihatinkan. Akses jalan dengan lebar sekitar dua meter itu berbatu dan berlumpur. Hanya beberapa kilometer jalan menuju desa terakhir yang masih beraspal mulus.

Memasuki wilayah Desa Sibunga-Bunga, tidak ada tanda-tanda keberadaan danau itu. Hanya ada sebuah plang bertuliskan Danau Linting di pinggir jalan. Dari jalan utama, menuju Danau Linting harus menanjak melalui jalanan berbatu yang becek dari aliran air hangat Danau Linting.

Pintu masuk ke Danau Linting dijaga dan pengunjung dikenakan tarif Rp5.000 per orang. Ketika memasuki kawasan Danau Linting, pengunjung langsung disuguhi oleh indahnya pemandangan danau dan pepohonan di sekitarnya.


Danau Linting Deliserdang Sumut
Memang, danau ini belum sohor layaknya Danau Toba. Namun, keindahan alam Danau Linting layak untuk dinikmati para pencinta keindahan alam.

Danau seluas sekitar satu hektar itu berwarna hijau toska, tapi ada juga yang bilang kalau danau itu berwarna biru kehijauan. Danau berair panas itu tidak berbau belerang. Namun, air Danau Linting jika dicicipi masih terasa belerangnya.

Di tepian danau, terdapat pohon-pohon beringin yang besar dan kecil membuat sekitar danau terasa sejuk untuk berkumpul dengan keluarga. Danau ini berwarna hijau toska diduga karena kedalamannya yang cukup dalam.

Hingga saat ini, kedalaman Danau Linting masih menyimpan misteri. Beberapa orang pedagang di sekitar Danau Linting menyatakan belum pernah ada data secara resmi kedalaman danau itu.

Pernah beberapa waktu lalu, seorang peneliti asing mengukur kedalaman danau dengan cara manual. Dia sudah menghabiskan tiga gulung benang sepanjang 100 meter belum kunjung menyentuh dasar danau. Masyarakat sekitar menduga, Danau Linting berbentuk seperti sumur yang sangat dalam.

Untuk itu, jika pengunjung mencoba berenang di danau ini selalu dihimbau untuk tidak ke tengah danau. Pasalnya, di danau ini beberapa kali terjadi insiden pengunjung yang tenggelam. Namun, jika hanya berendam di tepi danau, pengunjung bisa merasakan relaksasi air panas sekitar 30 derajat celcius.

Selain kedalaman danau, cerita pembentukan danau ini juga masih simpang siur. Masyarakat setempat menyimpan cerita mistis yang beredar dari mulut ke mulut. Danau vulkanik ini diceritakan dahulu hanya berupa gundukan bukit yang kemudian dalam waktu sekejap bergetar hebat dan terjadi ledakan sehingga membuat cekungan yang berisi air. Terbentuklah Danau Linting.


Air Terjun Tanjung Raja Deliserdang Sumut
Baru sekitar dua tahun terakhir Danau Linting dikunjungi oleh wisatawan. Sebelumnya penduduk setempat tidak berani berenang di danau ini. Mereka tidak berani untuk mendekati kawasan danau. Hingga saat ini belum ada referensi ilmiah yang meneliti tentang pembentukan danau ini.

Di sekitar danau, masyarakat setempat menjajakan makanan dan minuman ringan dengan harga yang terjangkau. Mereka dengan ramah juga menawarkan tikar untuk disewa pengunjung dengan harga Rp10.000-Rp20.000 tergantung ukuran.

Tiak jauh dari Danau Linting, terdapat dua gua alam yang masih alami. Pengunjung bisa menikmati goa yang dikelola oleh masyarakat perorangan ini dengan tarif Rp2.000 jika memasuki areal goa, dan Rp5.000 untuk masuk ke dalam goa.


Air Terjun Pelangi Indah Deliserdang Sumut
Sayang, banyak pengunjung di kawasan Danau Linting tidak menjaga keindahan alamnya. Banyak sampah berserakan di sekitar danau mengakibatkan kesan jorok dan tidak lagi indah. Pemerintah Kabupaten Deliserdang juga tidak terlihat bersungguh-sungguh menata kawasan ini.

Hal itu terklihat di kawasan Danau Linting hanya tersedia ruang ganti pakaian, toilet dan area parkir seadanya. Tidak ada tempat sampah yang disediakan di lokasi, apalagi fasilitas-fasilitas lain selayaknya di lokasi wisata seperti tempat makan dan papan informasi.

Jika masih ada waktu untuk berpetualang, pengunjung juga bisa singgah ke lokasi-lokasi wisata lain di sekitar Danau Linting yang tak kalah mempesona. Searah dengan Danau Linting terdapat air terjun Tanjung Raja, air terjun Pelangi Indah, Goa Emas, air terjun Tarunggang, Kolam Delapan Putri, jembatan gantung dan Rumah Liang.

Semua tempat wisata tersebut masih 'perawan' dan masih perlu penataan dari Dinas Pariwisata Kabupaten Deliserdang. Terutama akses jalan yang benar-benar parah ketika memasuki jembatan Lau Luhung yang baru dibangun sebagai pengganti jembatan gantung.

Titi Gantung atau Jembatan Gantung di Deliserdang Sumut

Jalanan setelah jembatan Lau Luhung lebih parah dari jalan sebelum jembatan itu. Bukan hanya batu dan lumpur, jalanan menanjak dan menurun ini seperti layaknya areal offroad. Batu, lumpur, tanjakan dan turunan berpadu menjadi petualangan yang hebat. Disarankan untuk menggunakan motor atau mobil yang mampu melewati beratnya medan jalan.

Tidak lupa, disarankan membawa perbekalan cukup. Sebab, di sekitar lokasi-lokasi wisata tersebut masih jarang penduduk menjajakan kebutuhan-kebutuhan wisatawan. Selamat berpetualang di sisi lain Sumatra Utara. Horas Bah!!!!





Tinggi Raja




SILAU KAHEAN – Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja, pasti sudah banyak yang tahu. Melihat keindahannya yang dibentuk oleh fenomena alam dan terus mengalami perubahan hingga sekarang, siapa pun akan terpesona dan penasaran. Keterpesonaan dan rasa penasaran itu pula yang kadang mengkhawatirkan.

Sebagai gambaran, Plh Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut) Ir Tata Jatirasa Gandaresma, kawasan Dolok Tinggi Raja telah ditetapkan sebagai kawasan Cagar Alam sejak tahun 1924 berdasarkan keputusan Zelfbestur Besluit (ZB) Nomor 24 dengan luas sekitar 167 Ha.
Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam dengan tegas mengatakan, keberadaan kawasan Cagar Alam yang memiliki kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu perlu/wajib dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.
Dengan demikian, kegiatan pemanfaatan yang bisa dilakukan di Cagar Alam hanya sebatas pada penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam, penyerapan atau penyimpanan karbon serta pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk menunjang budidaya. Bukan dimanfaatkan untuk aktivitas wisata meskipun kawasan tersebut punya potensi wisata yang tinggi.
Tapi fakta di lapangan menunjukkan adanya aktivitas wisata yang dimanfaatkan masyarakat sekitar. Bekas pondok-pondok dan areal perparkiran masih jelas terlihat di sana. Akibat pemanfaatan kawasan itu sebagai objek wisata seperti sampah plastik dan tak adanya perawatan jelas berdampak pada berubahnya vegetasi dan plasma nutfah dalam kawasan.
Motif ekonomi dan pemenuhan kebutuhanlah nampaknya yang menjadi alasan utama. Bukan hanya itu, aksesibilitas menuju ke lokasi CA Dolok Tinggi Raja yang belakangan mulai dipugar kembali juga merangsang masyarakat yang berada di sekitar kawasan untuk berkunjung.
Sebagai lawan, Pemerintah Daerah Simalungun sepertinya berorientasi pada peningkatan Pedapatan Asli Daerah (PAD) melalui sektor pariwisata dan melihat kawasan tersebut sebagai peluang.
Indikasinya terlihat dengan adanya penetapan pengelolaan perparkiran berdasarkan Surat Keputusan Pangulu Nagori Dolok Merawa Kecamatan Silau Kahean Nomor 188.45/14/DM/2013. Meskipun saat ini SK tersebut sudah dicabut dengan terbitnya surat Kepala BBKSDA Sumut yang ditujukan pada Bupati Simalungun Nomor S.3233/BBKSDASU-2/2013 untuk mencabut SK sebelumnya.
Sementara itu, Kepala Bidang KSDA Wilayah I, Edward Sembiring, S.Hut, MSi berpendapat ancaman kawasan CA Dolok Tinggi raja bukan hanya pada pemanfaatan sebagai objek wisata dan aksesibiltas saja. Maraknya perkebunan masyarakat yang berbatasan langsung dengan kawasan dikhawatirkan akan mengekspansi kawasan. Untuk itu, pengawasan dan penyadartahuan pada masyarakat terkait kawasan CA harus terus dilakukan.

Banyak cara yang bisa dilakukan sebagai penyadartahuan bagi masyarakat agar memahami salah satunya dengan memasang papan himbauan di sekitar kawasan. Memanfaatkan akses teknologi informasi sebagai media kampanye juga dapat dijadikan alternatif sosialisasi mengenai kawasan CA. (int)

Kamis, 21 November 2013

Air Terjun Lau Belis



Gila Petualang Community -


 Selain Danau Toba, masih ada lagi kecantikan alam milik Sumatera Utara, yaitu air terjun Lau Balis di Langkat. Kecantikannya dijamin membuat setiap mata memandang tidak akan berkedip. Air terjun Lau Balis adalah rahasia alam yang tersimpan rapi dan luar biasa di Langkat, Sumatera Utara. Bahkan, mungkin tidak ada yang pernah berkhayal ada air terjun mengalir dengan anggun di sana. Kalau bicara wisata alam di Indonesia tidak akan ada kata tamat, karena semua begitu indah diciptakan Tuhan untuk Tanah Air Indonesia. Menikmati alam bebas dengan aliran air terjun dan sungai yang mengalir dengan anggun, membuat mata dan tubuh dimanjakan dengan pertunjukan alam dari Tuhan. Lau Balis adalah salah satu pertunjukan alam tersembunyi. Air terjun yang memiliki nama lain air terjun Tongkat ini adalah sebuah air terjun yang mengaliri Sungai Sei Bingai. Airnya bermuara ke Selat Malaka. Disebut air terjun Tongkat, karena dari bibir air terjun ada kayu besar yang berdiri menyandar. Menurut masyarakat sekitar, diperkirakan sudah lebih dari 20 tahun kayu tersebut menyandar di sana. Air terjun ini letaknya di Desa Rumah Galo, Kecamatan Sei Bingai, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara. Untuk menuju Desa Rumah Galo ini harus ditempuh selama lebih kurang 3 jam menaiki sepeda motor. Jika berangkat dari Kota Medan, turis bisa melewati Kota Binjai lalu belok ke kiri dari samping Binjai Supermall. Perjalanan akan terus menanjak selama lebih kurang 1 jam. Menuju air terjun Lau Balis ini saja, saya merasa telah menempuh lebih dari 2 kilometer. Perjalanan ini dilakukan dengan berjalan kaki menuju arah hulu, atau sekitar 2 jam lebih hingga tiba di lokasi air terjun. Perjalanan menuju air terjun tergolong luar biasa. Karena itu, dibutuhkan pemandu untuk membantu selama perjalanan. Jika tertarik, mungkin turis bisa meminta bantuan dari penduduk lokal, biaya sewa guide ini perorangnya dikenakan biaya